Journal of Integrative International Relations https://jurnalfisip.uinsby.ac.id/index.php/JIIR <div class="journal__description__content"><strong>DOI: <a href="http://dx.doi.org/10.21107/sml"><span class="id"><a href="https://doi.org/10.15642/jiir">https://doi.org/10.15642/jiir</a></span></a></strong></div> <div class="journal__description__content"> </div> <div class="journal__description__content"><strong>Journal of Integrative International Relations (JIIR) </strong>is an international, interdisciplinary, peer-reviewed, open access journal on the academic dicipline of International Relations, with special attention to the application of Islamic Integration methodology which synthesis critically between Islamic Studies and the contemporary discipline of International Relations, published bi-annually by Center for Integrative International Studies Laboratory, Faculty of Political and Social Sciences, State Islamic University of Sunan Ampel Surabaya in association with The Indonesian Islamic Studies and International Relations Association (INSIERA).</div> <div class="journal__description__content"> <ul> <li><strong><span class="label openaccess">Open Access: </span></strong>free for readers, with article processing charges paid by State Islamic University of Sunan Ampel Surabaya</li> <li><strong>Visibility:</strong> indexed within GARUDA, Moraref, Google Scholar, OpenAIRE, UDL UDGE, and other databases</li> <li><strong>Rapid Publication:</strong> manuscripts are peer-reviewed and a first decision is provided to authors approximately 30 days after submission; acceptance to publication is undertaken in 7 days</li> </ul> </div> Department of International Relations, State Islamic University (UIN) of Sunan Ampel Surabaya, Indonesia en-US Journal of Integrative International Relations 2477-3557 Indonesia’s G20 Presidency: Agenda Setting and Rulemaking towards Post-Pandemic Governance https://jurnalfisip.uinsby.ac.id/index.php/JIIR/article/view/518 <p>This descriptive qualitative research utilizes the concept of global governance to examine Indonesia’s contribution towards post-pandemic governance during its G20 presidency. The authors argue that Indonesia’s G20 presidency contributed towards global governance through agenda setting and rulemaking. This research has found out that in terms of agenda setting, Indonesia is capable of proposing a criteria of global health standards to anticipate future pandemics; initiate cooperation between G20 member states to digitalize the global economy for common prosperity; and promote cleaner energy sources for sustainable energy transition. In terms of rulemaking, Indonesia’s G20 presidency managed to formulate the G20 Bali Leaders’ Declaration. However, Indonesia faced challenges in implementation and monitoring, to ensure the G20 member states’ adherence towards the G20 Bali Leaders’ Declaration after Indonesia’s G20 presidency is over.</p> Nur Luthfi Hidayatullah Tengku Zalfa Zahira Afniansyah Mohammad Chiesa Bagus Putra Copyright (c) 2024 Journal of Integrative International Relations https://creativecommons.org/licenses/by/4.0 2023-11-23 2023-11-23 8 2 62 74 10.15642/jiir.2023.8.2.62-74 Islam dalam Pusaran Konflik https://jurnalfisip.uinsby.ac.id/index.php/JIIR/article/view/621 <p>Mendiskusikan tentang Agama Islam sangat membutuhkan waktu dengan skala yang lama atau hingga tidak terbatas jika ditinjau dari multisegmentasi komprehensif. Bahkan beberapa sarjana non-Barat pun mencoba peruntungannya meriset tentang Islam. Diketahui secara umum bahwa Islam dibawah oleh Nabi Muhammad SAW penuh dengan kedamaian. Pasca Sepeninggalannya, Perdamaian antar sesama umat muslim seakan bukan menjadi nawacita bersama, hingga saat ini konflik sektarian kerap terjadi melanda yakni Islam Syiah dan Sunni. Dalam kajian ini, kali ini penulis mencoba menuliskan topik tentang Islam dalam Pusaran Konflik antara Syiah dan Sunni, yang difokuskan pada batasan era Dinasti Safawi. Dalam hal penelitian ini ini dengan menggunakan pendekatan historis dan metode penelitian dengan menggunakan studi pustaka. Adapun hasil penelitian ini menemukan bahwa Pertama, Sebelum terbentuknya Dinasti Safawi, bahwa Islam dilanda konflik sektarian antara Syiah dan Sunni pasca sepeninggalan Rasulullah SAW, karena dengan alasan umumnya masih memperdebatkan siapa yang pantas menggantikan Rasullullah SAW sebagai pemimpin umat Islam. Kedua, berdirinya Dinasti Safawi pada era Raja Ismail I menyebabkan Aliran Sunni dan segala aktivitasnya dikonversi menjadi aliran Syiah dikawasan Persia baik secara fiqh atau teologi.</p> Aji Cahyono Muchamad Ridwan Copyright (c) 2023 Journal of Integrative International Relations https://creativecommons.org/licenses/by/4.0 2023-11-23 2023-11-23 8 2 75 97 10.15642/jiir.2023.8.2.75-97 Sumber Konflik Perang Sipil Myanmar Pasca Kudeta Militer Tahun 2021 https://jurnalfisip.uinsby.ac.id/index.php/JIIR/article/view/647 <p><em>The research was intended to find out why the civil war in Myanmar was possible, by trying to identify the sources of the conflict of the post-military coup in 2021. Using a framework of human needs theories developed by John Burton as the chief analysis tool. The theory provides the framework for understanding conflict resolution and peace development by emphasizing the importance of governments to meet the basic needs of their individual citizens. When it comes to the theory of conflict resolution, research that uses a thorough approach to meeting aspects of human need remains rare. The study shows that the source of Myanmar's civil war conflict proved unable to be contained after a military campaign in 2021 caused by various factors, with the failure to meet the basic human need for continued peace and stability. Systematic violations of security, identity, recognition and participation by the military junta have intensified the cycle of </em><em>conflict, suffering poverty and food among Myanmar's civilians. Meeting these basic human needs is essential to achieving continued peace and reconciliation in myanmar.</em></p> <p><em>Penelitian ini bertujuan untuk mencari tahu mengapa perang sipil di Myanmar bisa terjadi, dengan berusaha mengidentifikasi sumber-sumber konflik nya pasca-kudeta militer di tahun 2021. Dengan menggunakan kerangka teori-teori Kebutuhan Dasar Manusia (Human Needs Theory) yang dikembangkan oleh John Burton sebagai alat analisis utama. Teori tersebut memberikan kerangka kerja untuk memahami resolusi konflik dan pembangunan perdamaian dengan menekankan pentingnya pemerintah untuk memenuhi kebutuhan dasar individu warga nya. Jika berbicara mengenai teori resolusi konflik, penelitian yang menggunakan pendekatan menyeluruh pada pemenuhan aspek kebutuhan dasar manusia masih jarang dilakukan. Penelitian ini menunjukkan, sumber konflik Perang sipil Myanmar terbukti tak lagi bisa dibendung pasca kudeta militer pada tahun 2021 yang disebabkan oleh berbagai faktor, dengan tidak terpenuhinya kebutuhan dasar manusia yang mendasar untuk mencapai perdamaian dan stabilitas yang berkelanjutan. Pelanggaran sistematis terhadap keamanan, identitas, pengakuan, dan partisipasi oleh junta militer telah memperparah siklus konflik, penderitaan kemiskinan dan pangan di antara rakyat sipil Myanmar. Memenuhi kebutuhan dasar manusia ini merupakan hal yang sangat penting untuk mencapai perdamaian dan rekonsiliasi yang berkelanjutan di Myanmar</em></p> Annisa Febrianti Putri Indrasari Taufik Muhammad Ramadhan Prilla Marsingga Copyright (c) 2023 Journal of Integrative International Relations https://creativecommons.org/licenses/by/4.0 2023-11-23 2023-11-23 8 2 98 114 10.15642/jiir.2023.8.2.98-114 Analisis Kebijakan Luar Negeri Armenia Azerbaijan Terkait Sengketa Wilayah Nagorno-Karabakh Menurut Teori John P.Lovell https://jurnalfisip.uinsby.ac.id/index.php/JIIR/article/view/128 <p>Konflik antara Armenia-Azerbaijan terkait wilayah Nagorno-Karabakh sudah berlangsung selama beberapa dekade. Armenia-Azerbaijan merupakan negara pecahan dari Uni Soviet. Terdapat sengketa terkait perebutan wilayah Nagorno-Karabakh. Wilayah tersebut ditempati oleh etnis Armenia namun berada di wilayah negara Azerbaijan. Etnis Armenia menuntut pemindahan kekuasaan dari Azerbaijan ke Armenia yang tentu ditolak oleh pihak Azerbaijan. Uni Soviet pun tidak memberikan wilayah tersebut kepada Armenia. Setelah Uni Soviet hancur, Armenia menganggap yurisdiksi Uni Soviet tersebut sudah tidak lagi berlaku. Hal tersebut menimbulkan konflik yang hingga saat ini masih berlangsung. Armenia-Azerbaijan dalam konflik ini berupaya untuk mempertahankan wilayah teritorinya. Penulis menggunakan perspektif realis untuk menganalisis peran Armenia-Azerbaijan, dimana kedaulatan negara menjadi poin penting yang perlu dipertahankan dan kekuatan militer menjadi kekuatan utama. Kedua negara mengeluarkan kebijakan luar negeri yang hampir sama. Keduanya merasa berada pada posisi kekuatan yang seimbang, sehingga mereka melakukan gencatan senjata satu sama lain, seperti baku tembak setelah pemilu Armenia 2008 dan peristiwa gencatan senjata lainnya. Dibutuhkan pihak ketiga untuk menyelesaikan masalah tersebut. Dari pihak ketiga tersebut, lahir kesepakatan gencatan senjata antara dua negara. Kesepakatan terakhir terjadi pada 25 Oktober 2020. Konflik ini dapat dijelaskan dengan teori strategi John P. Lovell yakni <em>confrontation strategy</em> yakni kedua negara saling melakukan konfrontasi. Hal ini terjadi ketika kekuatan negara adalah sama atau seimbang.</p> Afeysha Devany Copyright (c) 2023 Journal of Integrative International Relations https://creativecommons.org/licenses/by/4.0 2023-11-23 2023-11-23 8 2 115 124 10.15642/jiir.2023.8.2.115-124 Diplomasi K-Pop Sebagai Kebijakan Luar Negeri Korea Selatan terhadap Indonesia https://jurnalfisip.uinsby.ac.id/index.php/JIIR/article/view/126 <p><em>South Korea implements a soft power strategy, namely cultural diplomacy through the Korean Wave in its diplomatic relations with Indonesia. This strategy has get responded positively to relations between the two countries because the Korean Wave is now one of the most popular cultures in Indonesia. This paper aims to identify and analyze the interest of K-Pop cultural diplomacy on the cooperation between South Korea and Indonesia. The Korean Wave is part of Korean cultural diplomacy in Indonesia and has a great influence on bilateral relations between the two countries. South Korea has a great opportunity for the interest of the Indonesian people to K-Pop music because it can be used as a means of increasing closer cooperation with Indonesia, especially in the economic and socio-cultural fields</em></p> <p>Korea Selatan menerapkan soft power strategy yaitu diplomasi budaya melalui Korean Wave dalam hubungan diplomatiknya dengan Indonesia. Strategi ini telah memberikan respon positif terhadap hubungan kedua negara karena Korean Wave kini menjadi salah satu budaya yang paling diminati oleh masyarakat Indonesia. Paper ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis kepentingan diplomasi budaya K-Pop terhadap hubungan kerjasama Korea Selatan dan Indonesia. Korean Wave yang merupakan bagian dari diplomasi budaya Korea di Indonesia dan memiliki pengaruh yang besar terhadap hubungan bilateral kedua Negara. Korea Selatan mempunyai peluang yang besar atas ketertarikan masyarakat Indonesia terhadap musik K-Pop karena hal tersebut dapat dijadikan sebagai alat untuk meningkatkan kerjasama yang lebih erat dengan Indonesia, khususnya di bidang ekonomi dan sosial budaya</p> Aji Adira Fadia Putri Padmo Achbil Khumain Fajrin Muhammad Adityamas Perdana Al-Hafidh Muhammad Aria Senna Copyright (c) 2023 Journal of Integrative International Relations https://creativecommons.org/licenses/by/4.0 2023-11-23 2023-11-23 8 2 125 137 10.15642/jiir.2023.8.2.125-137